Sebuah peristiwa bisa terjadi dan dilupakan. Tapi ketika dituliskan hal itu bisa abadi dan diingat. Seperti misalnya ketika peristiwa proklamasi kemerdekaan terjadi. Mungkin tidak banyak dari kita yang mengalami peristiwa ketika teks proklamasi dibacakan, tapi karena dituliskan banyak dari kita yang menjadi tahu kapan dan dimana peristiwa itu terjadi. Lewat banyak buku yang menuliskan tentang peristiwa proklamasi kemerdekaan itu kita berkenalan dengan Bung Karno, Bung Hatta, dan juga tokoh lainnya yang berperan penting dalam peristiwa tersebut.
Berpuluh tahun kemudian sejak peristiwa proklamasi itu dibacakan, ada seorang anak kecil bernama Dilan (diperankan oleh Muhammad Ahdiyat) yang juga memproklamirkan perasaannya terhadap seorang anak kecil cantik keturunan Tionghoa bernama Mei Lien (diperankan Malea Emma). ‘Masalah’ terjadi ketika Dilan bertanya siapa di dunia ini yang paling dicintai Mei Lien. Lalu gadis cantik itu menjawab “Tuhan”.
“Aduh, sainganku berat, Tuhan gak bisa dilawan”, ujar Dilan. Tidak patah semangat Dilan kemudian membacakan sebuah puisi di depan kelas untuk menyatakan perasaannya pada Mei Lien.
“Kamu…karya Allah. Kamu mencintai Tuhan, kalau aku mencintai ciptaannya, yaitu… kamu”.
Kejadian di atas merupakan cuplikan dari trailer film ‘Dilan 1983 Wo Ai Ni’, yang diputar untuk pertama kalinya di CGV, PVJ, Bandung pada hari Senin, 13 Mei 2024, bersamaan dengan launching officall poster film ‘Dilan 1983 Wo Ai Ni’. Lewat film Dilan kita jadi tahu semesta yang ditulis Pidi Baiq lewat buku-buku Dilan Series. Melalui bukunya kita berkenalan dengan Dilan, Milea, Ancika, Anhar, Akew, dan yang terbaru kita berkenalan dengan Mei Lien.
Pidi seperti mengamini betul jika sebuah peristiwa bisa terjadi dan dilupakan, namun ketika dituliskan dia bisa mengingatnya dan menjadi abadi dalam sebuah karya. Seperti namanya, Pidi Baiq berbaik hati membagikan romantisme masa remaja bahkan kanak-kanaknya ke khalayak banyak lewat cerita-cerita yang ditulisnya di buku Dilan. Kita kemudian terhubung dengan karakter Dilan dan teman-temannya.
Lewat Dilan 1990 Pidi menuliskan tentang kisah asmara sang panglima tempur kala duduk di bangku SMA. Karakter dilan yang nakal namun banyak akal menjadi daya tarik di buku yang akhirnya difilmkan. Lalu bagaimana kisah Dilan ketika masih duduk di bangku sekolah dasar? Apakah masih terkenal nakal dan banyak akal? Lalu apakah Milea benar benar menjadi cinta pertama Dilan, atau jauh sebelum itu dia sudah punya pujaan hati lainnya? Adalah gadis keturunan Tionghoa yang akhirnya meluluhkan hatinya. Meski dalam konteks cinta monyet, film ‘Dilan 1983 Wo Ai Ni’ berhasil membuat banyak penonton kembali merasakan romantisme masa kecilnya, ketika masalah paling berat pada waktu itu hanya berkutat pada pelajaran Matematika.
Dalam konferensi pers yang digelar di CGV, PVJ Bandung kemarin, sederet pemain, sutradara, dan juga penulis menuturkan proses dibalik pembuatan film ‘Dilan 1983 Wo Ai Ni’. Ada beberapa poin menarik yang menjadi pembahasan dengan beberapa media yang hadir, salah satunya tentang kekhasan gombalan Dilan yang kerap menjadi ‘senjata’ untuk menarik perhatian dalam setiap filmnya. Dilan sama seperti kita, muda, berapi-api dan juga pernah berurusan dengan asmara. Tapi yang mungkin berbeda, Dilan punya banyak bank kata-kata yang memikat, lucu, namun jika dikaji lebih jauh punya kedalaman makna yang luar biasa.
Karakter Dilan yang melekat di banyak hati penggemarnya juga dirasakan oleh Muhammad Ahdiyat yang memerankan Dilan kecil di film ini. Dia mengaku sangat menyukai karakter Dilan di film ini. Pembawaan Dilan yang nakal tidak digambarkan menjadi sosok yang dimusuhi orang, namun sebaliknya, disukai banyak orang, karena kejahilannya kerap mengundang tawa. Seolah lewat film ini Pidi dan Fajar Bustomi, sang sutradara ingin berpesan jika kita orang tua jangan terlalu mudah melabeli anak dengan julukan anak nakal, karena sesungguhnya dibalik nakal dan jahilnya anak-anak ada pelajaran yang sedang mereka cerna.
Membayangkan anak kecil menuliskan kalimat bijak tentang kehidupan rasanya akan menjadi sesuatu yang kurang menarik dan dangkal, karenanya Pidi dan Fajar mempersilakan setiap anak bermain dengan apa yang mereka suka. Di film ini Pidi dan Fajar tidak ingin terlalu ‘berceramah’ tentang bagaimana seharusnya anak kecil bersikap, tapi justru secara natural apa yang para aktor cilik ini mainkan mendatangkan insight menarik yang bisa kita petik pelajarannya. Tentang bagaimana perbedaan warna kulit, ras, dan juga perbedaan lainnya tidak menjadi tembok untuk mereka berteman, termasuk ketika Dilan yang suka dengan gadis keturunan Tionghoa bernama Mei Lien.
Kekhasan film Dilan yang erat kaitannya dengan kota Bandung diamini pula oleh Ketua dan Founder Creaticity Movement, Kang Arfi Rafnialdi. Sosok yang pernah menjadi Ketua Ikatan Alumni ITB Jawa Barat (2016-2020) ini menuturkan jika film Dilan punya kedekatan dengan dirinya secara personal, karena sama-sama dari Bandung. Menurutnya, cara Ayah Pidi bercerita itu terasa Bandung banget. Bukan hanya karena banyak tempat-tempat di Bandung yang dijadikan latar di film, namun juga bercandaan yang kerap Dilan peragakan begitu terasa Bandung banget.
Ada romantisme yang beliau rasakan ketika menonton film-film Dilan, termasuk ketika kampus ITB menjadi salah satu latar cerita di film Dilan. Ini menjadi terasa istimewa karena baik itu Kang Arfi atau pun penulis Dilan, Pidi Baiq sama-sama pernah berkuliah di ITB.
Menanggapi pemutaran perdana trailer film ‘Dilan 1983 Wo Ai Ni’ Kang Arfi menuturkan jika yang paling dia ingat akan Bandung tahun 1983 adalah kenangannya naik bemo setiap kali hendak pergi ke rumah neneknya yang berdomisili di Buah Batu dan Gegerkalong. Diakui olehnya jika hal tersebut menjadi memori masa kecil yang dia nikmati dan ingat sampai sekarang.
“Saya pikir lewat film-film Dilan Ayah Pidi bisa menggambarkan indah dan serunya Bandung ketika tahun-tahun itu, dari mulai tahun 90an, sampai gambaran Bandung tahun 1983. Saya harap keseruan film ini bisa membuat para penonton yang punya memori indah tentang Bandung bisa teringat kembali, dan mudah-mudahan ini juga bisa mengulang kesuksesan film-film Dilan sebelumnya”, ujar Kang Arfi menutup obrolan dengan ITB Press.
Ditemui disela-sela pemutaran perdana trailer film ‘Dilan 1983 Wo Ai Ni’, salah satu pemeran di film tersebut, Kang Daan P-Project menuturkan jika dirinya secara personal cukup mengenal sang penulis, Pidi Baiq, karena Pidi pernah terlibat menjadi tim kreatif di P-Project. Menurutnya karya Dilan ini menjadi sebuah pendewasaan karya Pidi setelah sebelumnya banyak menulis buku-buku berbau humor. Namun meski begitu kekhasan Pidi Baiq menulis atau berkreasi masih terasa di karya-karya Dilan.
Ketika ditanya tentang apakah Kang Daan merupakan pembaca karya Dilan, dengan sedikit berseloroh dia menuturkan jika dirinya bukan termasuk pengikut karya Dilan, karena sehari-hari sudah bergaul dengan Dilan.
“Lucunya, ketika Pidi nulis Dilan, itu dia diam-diam biar gak ketahuan sama kita. Karena Dilan itu kan sisi romantisnya Pidi, jadi kalau kita baca sisi romantisnya Pidi biasanya suka kita ledekin, makanya dia diam-diam aja nulisnya. Tapi gak tahunya karya Dilan ini malah meledak di pasaran”, ujar Kang Daan sembari tertawa.
Kang Daan juga menambahkan jika karya Dilan merupakan memori Pidi Baiq yang dituliskan. Meski pada kenyataannya karya itu meledak di pasaran, tentu pada awalnya Pidi Baiq tidak punya pretensi apapun selain hanya ingin menuliskan memori yang dia ingat saat masih SMA.
Peran Kang Daan yang menjadi Pak Ustad di film ‘Dilan 1983 Wo Ai Ni’ ini juga menjadi menarik, karena diakui olehnya jika dirinya di film itu menjadi perpanjangan tangan Pidi Baiq untuk menyampaikan nasihat-nasihat yang sepertinya lebih cocok disampaikan oleh karakter Pak Ustad ini.
Film ‘Dilan 1983 Wo Ai Ni’ sendiri dijadwalkan akan tayang perdana pada tanggal 13 Juni 2024. Sembari menunggu filmnya tayang, kalian bisa baca bukunya terlebih dahulu untuk berkenalan dengan karakter-karakter di dalamnya. Selamat membaca dan berkenalan dengan Dilan dan kawan-kawannya!