Konsep Laras atau interval nada dalam musik Karawitan Sunda, yang menjadi akar pangkal utama bagi kesenian tradisional Sunda seperti Tembang Sunda Cianjuran, Kacapi Kawihan, Jaipongan, Kiliningan, dan Wayang Golek. Laras-laras yang paling umum digunakan dalam musik Sunda adalah Salendro, Madenda, dan Degung, yang disusun berdasarkan struktur pentatonik (da, mi, na, ti, dan la). Sistem notasi Daminatila pertama kali diilmiahkan oleh Raden Machjar Anggakoesoemadinata, pun mengembangkan teori interval nada dalam musik Sunda, yaitu 15 nada dan 17 nada dalam satu oktaf, yang secara interval berbeda dengan skala kromatik musik Barat yang menggunakan 12 nada dalam satu oktafnya. Raden Machjar juga memperkenalkan konsep gamelan 17 surupan, yang kemudian hilang. Pada tahun 2024, gamelan ini direkonstruksi menjadi gamelan 18 surupan oleh Lili Suparli, Mustika Iman, dan Edi Mulyana, berdasarkan teori R. Mahyar Anggakusumadinata. Gamelan ini sekarang tersimpan di ISBI Bandung, menunjukkan pentingnya menjaga kejelasan dalam perkembangan dan penyebaran pengetahuan seni karawitan.
Dari kenyataan tersebut kita bisa melihat interval-interval yang secara jumlah memiliki lebih banyak nada dibandingkan dengan skala interval kromatik musik barat, maka dengan demikian, interval nada tersebut sangat dimungkinkan untuk dihadirkan secara auditif dengan objek gamelan (misalnya). Seperti hari-hari ini bisa kita lihat pada gamelan Kyai Basundara karya Dr. Lili Suparli dan Edi Mulyana yang dikutip dari laman Facebook akun Endang Caturwati “nama gamelan yang mempunyai arti : bumi/tanah ini, hasil implementasi dari gamelan Ki Pembayun[1] karya Rd. Mahyar Kusumaatmaja yang hilang pada tahun 70 an di Pemda Jawa Barat. Di tabuh pada Dies Natalis ISBI Bandung yang ke 56”. Sedangkan yang ditulis oleh akun Facebook Edi Mulyana “konon pada tahun 1970-an Jawa Barat (Sunda) pernah mempunyai gamelan 17 surupan karya R. Mahyar Anggakusumadinata dengan nama (Ki, si) Pembayun tapi, gamelan tsb raib entah kemana. Namun demikian, R, Mahyar masih meninggalkan catatan penting (teori dan konsep) ilmiah ttg gamelan tsb. Berangkat dari teori dan konsep R, Mahyar tsb th 2023 atas prakarsa Lili Suparli (salah seorang mestro gamelan Indonesia/FSP), Mustika Iman (jurusan Karawitan), dan Edi Mulyana (laboratorium) ISBI Bandung telah me-rekontruksi gamelan tersebut menadi 18 surupan[2]. Kini gamelan hasil re-kontruksinya sudah tersimpan di ISBI Bandung.” Penegasan ini menjadi penting, bukan saja hanya melihat perspektif kerja kreatif seseorang menuntut tanggung jawabnya, akan tetapi juga untuk mendudukan posisi mereka masing-masing dalam proporsi yang sebenar-benarnya. Walaupun predikat-predikat kategoris seperti itu sering tidak dianggap penting dalam keseharian, namun dalam ruang lingkup akademis yang dianggap sebagai laboratorium, itu menadi sangat penting dalam artian tidak ambigu terutama dalam penyebaran informasi mengenai ilmu pengetahuan.
Sejauh pengamatan kami, dalam beberapa kajian interval nada pada gamelan Kyai Basundara, Interval 15 Nada R.MA. Koesoemadinata, dan Interval hasil perhitungan pribadi menggunakan rumus dalam mencari perbandingan skala interval. Maka dapat kita lihat dan simpulkan bersama.
–Gamelan Kyai Basundara[3]memiliki interval dan jarak nada sebagai berikut:
497,4 Hz – 468,8 Hz (102, cent cent), 468,8 – 450 Hz (70,8 cent), 450 Hz – 430 Hz (78,7 cent), 430 Hz – 410,7 Hz (79,5 cent), 410,7 Hz – 395 Hz (87,6 cent), 375,5 Hz – 358,8 Hz (78,7 cent), 358,8 Hz – 342,3 Hz (81,5 cent), 342,3 Hz – 327,1 Hz (78,6 cent), 327,1 Hz – 313,5 HZ (73,5 cent), 313,5 Hz – 298,6 Hz (84,3 cent), 298,6 Hz – 285 Hz (80,7 cent), 285 Hz – 271,5 Hz (84 cent), 271,5 Hz – 259,2 Hz (80,2 cent), 259,2 Hz – 247,6 Hz (79,2 cent). jika dijumlahkan dalam satu oktavnya berjumlah 1207 cent.
-RMA Koesoemadinata[4] memiliki interval sebagai berikut:
435 Hz – 415 Hz (81,4 cent), 415 Hz – 397 Hz (76,7 cent), 397 Hz – 379 Hz (80,3 cent), 379 Hz – 362 Hz (79,4 cent), 362 Hz – 345,5 Hz (80,7 cent), 345,5 Hz – 330 Hz (79,4 cent), 330 Hz – 315 Hz (80,5 cent), 315 Hz – 300,5 Hz (81,5 cent), 300,5 Hz – 287 Hz (79,5 cent), 287 Hz – 274 Hz (80,2 cent), 274 Hz – 262 Hz (77,5 cent), 262 Hz – 250 Hz (81,1 cent), 250 Hz – 238,5 (81,5 cent), 238,5 – 228 Hz (77,9 cent), 228 Hz – 217,5 (81,6 cent). Jika dijumlahkan dalam satu oktavnya berjumlah 1199,2 cent.
-Hasil Perhitungan Pribadi[5] memiliki interval sebagai berikut:
435 Hz – 415,356097701031 Hz (80 cent), 415,356097701031 Hz – 396,599282522824 Hz (80 cent), 396,599282522824 Hz – 378,689495033814 Hz (80 cent), 378,689495033814 Hz – 361,588484822113 Hz (80 cent), 361,588484822113 Hz – 345,259728803083 Hz (80 cent) , 345,259728803083 Hz – 329,668353216012 Hz (80 cent), 329,668353216012 Hz – 314,781059143282 Hz (80 cent), 314,781059143282 Hz – 300,566051392991 Hz (80 cent), 300,566051392991 Hz – 286,992970593105 Hz (80 cent), 286,992970593105 Hz – 274,032828352135 Hz (80 cent), 274,032828352135 Hz – 261,65794534786 Hz (80 cent), 261,65794534786 Hz – 249,841892211855 Hz (80 cent), 249,841892211855 Hz – 238,559433083581 Hz (80 cent), 238,559433083581 Hz – 227,786471713486 Hz (80 cent), 227,786471713486 Hz – 217,5 Hz (80 cent). Jika dijumlahkan dalam satu oktavnya berjumlah 1200 cent.
Rumus yang digunakan dalam mencari interval : fi = 1200 X log(Fi/F1) : Log (2)
Rumus yang digunakan dalam mencari frequensi : f1 = f0 x 2(sen i : 1200)
Sebagai Penutup, setelah mengamati bersama rekan-rekan tercinta seperti Bpk Deddy Satya, Rickyviool, Agungstringer, dll. tentang betapa perdulinya kami terhadap seni musik atau seni karawitan, besar harapan kami tentang penindakan selanjutnya seperti misalnya, mendiskusikan ulang kajian teori RMA. Koesoemadinata beserta karya gamelan yang disinggung diatas, karna menurut kami itu dianggap masih ambigu, atau masih terlalu kompleks untuk memahami itu. Kendati demikian, justru ini menjadi peluang untuk diskusi pewacanaan yang sistematik terutama dalam konteks seni musik atau seni karawitan kita hari-hari ini.
[1] Lihat Seni Raras Hal. 2
[2] Lihat Seni Raras Hal. 2
[3] Diukur melalui DaTuner pada salah satu instrument gamelan Kyai Basundara
[4] Berdasarkan frequensi yang ditulis pada Seni Raras RMA Koesoemadinata.
[5] Berdasarkan rumus mencari interval jarak nada, rumus tersebut didiskusikan dan dipelajari dengan Nanang Jaenudin salah satu pengajar akustika ISBI Bandung
Teks: Ricky Subagja
Foto: https://www.blok-a.com/