Pada Rabu, 13 November 2024, Asian Print Awards yang diselenggarakan di JW Marriott Hotel Jakarta menjadi panggung bagi para pemimpin industri percetakan dan pengemasan se-Asia. Ajang ini tidak hanya sekadar seremoni penghargaan, tetapi juga ruang berbagi wawasan mengenai inovasi, tantangan, dan peluang di era digital. Di tengah pesatnya transformasi teknologi, acara ini menyoroti pentingnya digitalisasi dan keberlanjutan sebagai kunci kelangsungan industri cetak dan pengemasan.
Toshitaka Uemura dari Konica Minolta memulai sesi dengan menekankan pentingnya Digital Transformation (DX) untuk menjaga keberlanjutan bisnis percetakan. Menurut Uemura, digitalisasi kini adalah kebutuhan mendesak yang memungkinkan perusahaan tetap bertahan di tengah perubahan pasar. Menyambung hal tersebut, Isaac Lim dari Spectrum Press berbagi bahwa kecerdasan buatan (AI) kini memungkinkan para desainer menciptakan puluhan desain secara efisien sesuai keinginan klien. Lim juga menyarankan penggunaan media sosial sebagai alat untuk menarik perhatian generasi muda, menjadikan industri cetak tetap relevan di era digital ini.
Pandangan menarik lainnya tentang masa depan industri cetak disampaikan oleh Scott Mackie dari Fujifilm. Ia menekankan bahwa transformasi bukanlah akhir dari yang lama, melainkan awal dari yang baru. Menurut Mackie, menjaga integritas produk dan melakukan langkah anti-penipuan adalah esensial untuk mempertahankan nilai dan keuntungan di tengah tantangan modern. Di sisi lain, Victor Abergel dari MGI mendorong eksplorasi embellishment atau sentuhan hias digital pada hasil cetakan, yang memungkinkan produk cetak lebih unik dan bernilai tinggi—bahkan dalam jumlah kecil. Dengan integrasi Industry 5.0, embellishment bisa menciptakan hasil cetakan yang lebih personal dan menarik bagi pasar.
Selain teknologi dan inovasi, kolaborasi lintas generasi juga menjadi perhatian utama. Niklaus Kumpf dari Heidelberg menyoroti pentingnya sinergi antara tenaga kerja berpengalaman dan generasi muda. Menurutnya, kolaborasi ini menciptakan inovasi berkelanjutan, sekaligus mendukung klien dalam mengoptimalkan alur kerja yang lebih efisien. Tak kalah penting, isu keberlanjutan turut dibahas dalam acara ini. Ian Hamilton dari UPM dan Lundsay Nutley dari QLM Group menyoroti tantangan permintaan harga murah yang kerap kali mengabaikan biaya sebenarnya serta dampak lingkungan. Hamilton dan Nutley mengingatkan bahwa industri cetak harus siap menghadapi tuntutan keberlanjutan di masa depan, khususnya dengan semakin ketatnya regulasi lingkungan.
Quentin Sandery dari Canon berbagi pandangannya tentang pentingnya solusi teknologi yang relevan dan dapat diaplikasikan secara nyata di lapangan. Baginya, nilai utama teknologi baru adalah kemampuan untuk menghadapi tantangan nyata, bukan hanya sekadar inovasi. Pandangan ini diperkuat oleh Marcus dari CGS ORIS, yang menekankan pentingnya manajemen warna di era cetak digital. Dengan manajemen warna yang optimal, hasil cetakan dapat tetap konsisten dan berkualitas tinggi.
Menutup sesi, Steven Dawson berbicara mengenai komunikasi non-verbal yang efektif. Dawson menjelaskan pentingnya bahasa tubuh, kontak mata, dan energi positif dalam membangun kesan pertama yang kuat. “Kalau ingin terlihat ramah, cukup tersenyum,” ujarnya, memberikan nasihat sederhana yang relevan bagi siapa saja yang ingin meningkatkan keterampilan komunikasi mereka.
Asian Print Awards 2024 bukan hanya sekadar perayaan pencapaian, tetapi juga refleksi masa depan industri cetak Asia. Dengan digitalisasi, keberlanjutan, dan inovasi yang terus berkembang, para pelaku industri ini siap menghadapi era yang dinamis dan penuh peluang.