Penulis: Prof. Mohamad Nur Heriawan
Reviewer: Prof. Komang Anggayana
Penerbit: ITB Press
ISBN: 978-623-297-347-3
Sinopsis
Geostatistik dikenal sebagai aplikasi metode probabilistik untuk variabel terregional yang memiliki fungsi spasial tertentu. Sejak diinisiasi oleh Dr. Krige pada tahun 1951 dan dikembangkan oleh Prof. Matheron pada tahun 1963, industri pertambangan menerapkan metode ini untuk estimasi dan evaluasi sumber daya hingga saat ini. Metode Ordinary Kriging (OK) adalah salah satu metode geostatistik linier yang paling sering diterapkan untuk estimasi sumber daya minerba. Walaupun demikian metode ini memiliki kelemahan, karena selain menghasilkan smoothing effect pada hasil estimasi, juga mensyaratkan data stasioner dan struktur variogram tidak memiliki varians nugget yang tinggi. Selain itu metode OK juga sensitif terhadap jumlah dan sebaran data, di mana jika data hanya sedikit dan sebarannya tidak teratur, akan menghasilkan varians estimasi (varians error) yang relatif tinggi.
Metode Ordinary Cokriging (COK) yang memanfaatkan struktur spasial suatu ko-variabel di lokasi yang sama dapat mengatasi sebagian kelemahan metode OK, karena COK melibatkan lebih banyak data, sehingga secara umum dapat menekan varians estimasi. Sebagai contoh: perbandingan metode OK dan COK untuk estimasi sumber daya nikel laterit yang melibatkan variabel geometri dan kualitas endapan pada kasus data isotopik, di mana dua variabel selalu berada di lokasi yang sama, menunjukkan bahwa metode COK cenderung menghasilkan varians estimasi lebih rendah jika varians nugget dari struktur cross-variogram lebih kecil daripada varians nugget struktur variogram variabel primer (variabel yang diestimasi). Selain itu untuk area yang spasi bornya relatif tidak terlalu rapat, metode COK juga cenderung menghasilkan varians estimasi yang lebih rendah dibandingkan OK. Di bidang yang lain, metode COK juga dapat diterapkan dalam assessment zona permeabilitas dekat permukaan di area prospek panas bumi, khususnya untuk memodelkan sebaran konsentrasi gas radon (Rn) dengan jumlah data monitoring yang sedikit, menggunakan variabel sekunder berupa data grid densitas struktur kelurusan yang diekstrak dari digital terrain model (DTM). Berbeda dengan data endapan nikel laterit yang bersifat isotopik, data konsentrasi gas Rn bersifat heterotopik, karena hanya sebagian data Rn yang berada di dalam grid densitas struktur kelurusan setelah dilakukan co-located.
Untuk pemodelan spasial yang menekankan pada variasi lokal di antara dua data bor, maka metode simulasi kondisional seperti Sequential Gaussian Simulation (SGS) dapat diterapkan. Metode OK yang menghasilkan smoothing effect lebih tepat diterapkan untuk estimasi sumber daya sebagai basis estimasi cadangan pada perencanaan tambang jangka panjang (tahunan). Namun untuk perencanaan tambang jangka pendek (bulanan), metode SGS dapat membantu memodelkan variasi volume atau tonase bijih dan kadar dari setiap cell atau blok yang akan ditambang. Apalagi jika terdapat batasan target produksi bulanan dalam jumlah tonase tertentu, termasuk ketentuan kadar batas (cut-off grade), maka SGS dapat digunakan untuk menghasilkan probability map ketercapaian target pada setiap bloknya. Pada endapan nikel laterit, metode SGS juga sukses memodelkan batas zona batuan dasar (bedrock) yang memiliki variasi lokal cukup besar.
Penerapan metode geostatistik yang lain adalah untuk analisis spasi lubang bor atau drill hole spacing analysis (DHSA) menggunakan Global Estimation Variance (GEV). Pendekatan DHSA dengan GEV juga menghendaki data yang stasioner, sehingga untuk data yang tidak stasioner merupakan sebuah tantangan. Data yang tidak stasioner atau mengandung trend kadang-kadang ditemukan pada endapan batubara, misalnya ketebalan seam semakin tinggi ke arah tertentu, dan sebaliknya total sulfur semakin rendah ke arah tertentu. Analisis DHSA untuk data seperti ini memerlukan strategi lebih lanjut misalnya dilakukan spatial clustering untuk mengurangi pengaruh trend atau mentransformasi data menjadi stasioner atau menghilangkan trend-nya. Hasil analisis DHSA dengan geostatistik untuk berbagai kompleksitas data dan geologi di beberapa cekungan batubara di Indonesia dapat diterapkan untuk mengevaluasi konvensi klasifikasi sumber daya batubara berbasis spasi lubang bor dan kompleksitas geologi seperti SNI 5015:2019. Selain berbagai penerapan geostatistik dalam evaluasi dan pemodelan sumber daya bumi di atas, beberapa peluang pengembangannya juga menjadi tantangan tersendiri. Salah satu contoh pengembangan model spasial yang bersifat mendasar adalah automaticfitting model anisotropi ellipsoid 2D maupun 3D dengan metode direct least square. Contoh model anisotropi ellipsoid 2D adalah parameter yang terkait dengan ketebalan dan kualitas batubara, sedangkan contoh model anisotropi ellipsoid 3D yang cukup kompleks adalah urat Pb-Zn pada endapan skarn yang ditembus oleh pemboran berpola kipas. Pengembangan berikutnya adalah penggunaan teknik unfolding untuk model surface 2D lapisan limonit dan saprolit pada endapan nikel laterit dengan teknik Affine Tranformation. Teknik ini menghasilkan varians estimasi kriging yang relatif lebih rendah untuk kadar Ni-Fe dibandingkan hasil kriging tanpa unfolding. Selain itu, teknik unfolding menggunakan matriks rotasi dan proyeksi juga dilakukan untuk model endapan Cu-Au porfiri “tapal kuda” di mana teknik ini juga menghasilkan varians estimasi kriging serta standar deviasi realisasi hasil simulasi kondisional yang lebih rendah, khususnya pada Cu-Au yang berkadar tinggi.
Ukuran | B5 |
Halaman | 77 |
Cover | Doff |
Untuk pemesanan hubungi nomor:
- (022) 2512532 (FGB ITB)
- +62-877-8806-6848 (WhatsApp ITBPress)